58 Siswa Mendapat Beasiswa Pendidikan dari Lazismu Kudus

58 Siswa Mendapat Beasiswa Pendidikan dari Lazismu Kudus

Pilar Pendidikan – Penyerahan bantuan beasiswa mentari kepada 53 Siswa dengan total dana 24.600.000. Bantuan tersebut diperuntukan kepada siswa yatim, piatu atau dhuafa dengan jenjang pendidika SD/MI 32 Siswa, SMP/ MTs 13 Siswa, SMA/SMK/MA 8 Siswa.

Donasi beasiswa Mentari Lazismu Kudus
SD/MI : 50.000 /bulan
SMP/MTs : 100.000 /bulan
SMA/SMK : 150.000 /bulan

Mari dukung program pendidikan bersama Lazismu
Zakat Center Lazismu Kudus
Jl HOS Cokroaminoto No.80 Mlati Lor Kota Kudus
Ruko Utara Toko Q-ta/ kompleks parkir RS Aisyiyah Kudus
Telp. 0291 2912516
WA. 081390359827

Twitter : @lazismu_kudus
Facebook : Lazismu Kudus
Instagram : Lazismu kudus
Website : www.lazismukudus.org

BEASISWA SANG SURYA UNTUK 1000 SARJANA – LAZISMU KUDUS

BEASISWA SANG SURYA UNTUK 1000 SARJANA – LAZISMU KUDUS

www.lazismukudus.org – Pendidikan adalah salah satu gerbang menuju perubahan kehidupan yang lebih baik, namun demikian pendidikan kesempatan anak bangsa memperoleh pendidikan tidaklah sama.
 
Banyak pemuda-pemuda berprestasi tersandera kondisi ekonomi maupun akses dalam memperoleh pendidikan dalam hidupnya. Entah karena demografi, finansial maupun kurangnya akses di daerahnya.
 
program Beasiswa Surya targetnya adalah 1000 Sarjana pemberikan bantuan tidak hanya biaya kuliah namun juga liveing cost dan biaya-biaya lainnya yang menunjang jalannya pendidikan penerima beasiswa.
 
Donasi Anda memberikan asa yang hampir terputus bagi mereka yang membutuhkan. Mutiara-mutiara bangsa penerus pembangunan peradaban Indonesia tidak terkubur dalam kubangan ketidakmampuan dalam memperoleh pendidikan.
 
Mari dukung program program Lazismu Kudus dengan menyalurkan zakat, infaq dan sedekah anda melalui kami.
Hubungi kami di 0813-9035-9827 (Latif Muhtadin), atau transfer melalui rekening bank lazismu kudus :
 
Zakat
Bank Jateng : 607-200-1352
BNI Syariah : 515-1111-101
 
Infaq & Shodaqoh
Bank Jateng : 607-200-1349
BNI Syariah : 515-1111-203
 
Anda juga bisa datang langsung ke kantor layanan kami
Jl. KH. Noor Hadi No. 32 Janggalan Kota Kudus
(Kompleks perkantoran Pimpinan Muhammadiyah Kudus & Klinik Pratama Asy-Syifa’ Janggalan Kudus)
ANAK-ANAK TETAP BELAJAR AL QUR’AN DI TENDA PENGUNGSIAN

ANAK-ANAK TETAP BELAJAR AL QUR’AN DI TENDA PENGUNGSIAN

Aktivitas anak-anak pengungsi di Poskor Utama MDMC Universitas Muhammadiyah Palu tidak hanya diisi dengan bermain. Di sore hari, mereka belajar untuk membaca Al-Qur’an dengan didampingi oleh para relawan Muhammadiyah. Selain budi pekerti, kecintaan kepada Al-Qur’an dan Islam juga ditanamkan kepada anak-anak pengungsi gempa dan tsunami ini, agar kelak mereka menjadi generasi penerus yang istiqomah di jalan Allah.

Mari terus berlomba-lomba dalam kebaikan untuk membantu Saudara Kita di Palu-Donggala-Lombok dan sekitarnya. Bantu saudara-saudara kita yang terdampak gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah,Sulawesi Barat dan sekitarnya melalui program #IndonesiaSiaga bersama MDMC – Lazismu dengan berdonasi ke Rekening Kemanusiaan BNI SYARIAH 515-1111-203 Konfirmasi 081390359827 

KPAI Minta Kemdikbud dan Kemenag Buat Kurikulum Tanggap Bencana

KPAI Minta Kemdikbud dan Kemenag Buat Kurikulum Tanggap Bencana

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) menyiapkan kurikulum sekolah darurat. Kurikulum sekolah darurat nantinya diberlakukan di sekolah-sekolah yang terdampak bencana alam.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan bila bencana alam terjadi, biasanya banyak fasilitas pendidikan atau sekolah yang mengalami kerusakan. Untuk itu, Retno berharap pemerintah siap menghadapi kemungkinan tersebut, salah satunya dengan menerapkan kurikulum sekolah darurat.

“Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah diharapkan memiliki kesiapan menghadapi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu, termasuk menyiapkan sekolah darurat dan kurikulum sekolah darurat di wilayah terdampak bencana seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, dan lain-lain,” kata Retno dalam keterangannya, Minggu (7/10/2018).

Retno menjelaskan tim KPAI banyak melihat tempat belajar yang kurang nyaman ketika berkunjung ke lokasi bencana, salah satunya di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Retno menambahkan di tempat tersebut proses belajar mengajar hanya berjalan singkat karena banyak anak-anak yang mengeluh kepanasan.

“Jam sekolah yang pendek dan kondisi sekolah darurat yang tentu tidak senyaman kelas di sekolah-sekolah yang kondisinya normal, maka KPAI memandang perlu pemerintah dalam hal ini Kemdikbud dan Kemenag untuk tidak sekadar berkonsentrasi pada kelas darurat, namun harus juga menyiapkan kurikulum khusus untuk sekolah darurat,” ujar Retno.

Dengan demikian, menurut Retno sangat tidak adil jika sekolah darurat di lokasi bencana harus menerapkan kurikulum nasional yang saat ini berlaku. Sebab, kondisi sarana prasarana belajar mengajar hingga kondisi pendidik dan murid sangat jauh berbeda dengan sekolah normal.

“Peserta didik dan pendidik di sekolah darurat sejatinya jangan di bebani dengan beratnya kurikulum nasional yang berlaku saat ini, namun sudah semestinya menyesuaikan kondisi riil mereka di lapangan. Oleh karena, kurikulum sekolah darurat menjadi penting dan mendesak dibuat oleh pemerintah, mengingat kondisi wilayah Indonesia yang rawan bencana,” katanya.

Untuk itu, Retno mengatakan kurikulum sekolah darurat inilah yang nantinya diterapkan di sekolah yang terdampak bencana alam. Sistem penilaian hingga sistem ujian nasional di sekolah yang berada di lokasi bencana berbeda dengan sekolah normal.

“Nanti sistem penilaian dan ujian sekolah serta ujian nasional peserta didik di sekolah-sekolah darurat, baik di Lombok, Palu dan Donggala dan tempat lainnya juga harus disesuaikan dengan kurikulum sekolah darurat, bukan disamakan dengan peserta didik lain di Indonesia yang wilayahnya atau sekolahnya tidak terdampak bencana,” tambahnya. (detik.com)

FIKIH KEBENCANAAN – MDMC INDONESIA

FIKIH KEBENCANAAN – MDMC INDONESIA

Setelah sukses mengadakan Munas Tarjih ke-28 tentang Fikir Air, maka pada tanggal 19-22 Mei 2015, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah kembali menggelar Munas ke-29 yang bertemakan tentang Fikih Kebencanaan. Munas ini merupakan kelanjutan dari Munas-munas sebelumnya yang sukses mengkaji tentang: Fikih al-Ma’un, Fikih Perempuan, Fikih Tata Kelola Pemerintahan, Fikih Seni dan Kebudayaan. Pada Munas Tarjih 2017, juga telah dibahas Fikih Perlidungan Anak dan Fikih Informasi. Dalam Munas tersebut dikaji pula tentangz Fikih Lalulintas walau masih dalam bentuk seminar, belum dalam bentuk penyusunan draft akademik. Secara informal beberapa personal Majelis Tarjih juga telah mengkaji tentang Fikih Kebinekaan bersama Maarif Institute.

Menurut rencana, pada tahun 2019, Majelis Tarjih dan Tajdid akan mengagendakan kajian Fikih Demokrasi dan Fikih Difabel. Di masa mendatang, sebaiknya Majelis Tarjih juga idealnya dapat mengkaji tentang: Fikih Kuliner, Fikih Tata Ruang Perkotaan, Fikih Sumberdaya Alam, Fikih Udara, Fikih Kemaritiman, Fikih Transportasi, Fikih Anggaran dan Standar Penggajian, Fikih Perburuhan, Fikih Demografi dan Generasi Milenial, dan lain-lain.

Terkait dengan realitas faktual bahwa Indonesia memang ditakdirkan berada pada wilayah ring of fire, maka Majelis Tarjih telah menyusun draft Fikih Kebencanaan (dan telah diterbitkan menjadi buku termasuk dalam edisi berbahasa Inggeris dengan judul: Coping With Disaster, Principle Guidance from an Islamic Perspective, Majelis Tarjih –MDMC, 2016), yang antara lain berisi tentang: Chapter I: INTRODUCTION. Pada Chapter II: THE CONCEPT OF DISASTER; A. Terminologies of Disaster in the Qur’an and Hadith; B. Classification of Disaster; 1)  Natural Disaster: (a) Earthquake; (b) Volcanic Eruption; (c) Tsunami; (d) Landslide; (e) Flood; (f) Drought. Pada bagian berikutnya: 2) Non-natural Disaster: (a) Technology Failures; (b) Epidemic/Outbreak; (c) Social Conflict or Social Unrest or Riot; (d) Terror.

Pada Chapter III; INTERPRETING DISASTER; A. How to View Disaster; B. Attitude towards Disaster. Lalu pada Chapter IV: PERSPECTIVE ON MANAGING DISASTER; A. How to Look at Preventive Measures (1. Understanding the Causes of Disaster; 2. Understanding the Role of Humans in Natual Settings); B. Disaster Management in Practise (1. Mitigation and Preparedness; 2. Emergency Response; 3. Recovery after a Disaster).

Pada Chapter V (FULFILLING THE RIGHTS OF THE AFFECTED PEOPLE). Bab ini berisi (A. The Rights to Manage Disaster Risks; 1. Defining the Context; 2. Identifying the Risks: Threat and Vulnerability Analyses; 3. Risk Analysis; 4. Risk Evaluation; 5. Handling Risk: Identification, Selection and the Plan of Actions). Bagian B. The Right to Manage Vulnerability (1. Underlying Causes of Vulnerablity; 2. The Vulnerability of the Dynamic Pressure; 3. The Vulnerability of Unsafe Conditions). Pada bagian; C. The Right to Receive Emergency Assistance (1. The Right to Life with Dignity;  2. The Right to Receive Humanitarian Assistance; 3. The Right to Protection and Security. Pada bagian D; The Right to Rehabilition and Reonstruction. Bagian E; The Right to Carry Out Disaster Management System, dan pada bagian F; Being Resilient as a Community.

Adapun pada Chapter VI: WORSHIP IN THE EVENT OF DISASTER, A. How to Perform Ablutions in an Emergncy Situation: Tayammum; B. Doing Prayers in Unclean of Dirty Clothes; C. Doing Prayers with Private Parts not Fully Covered; D. Perfoming Prayers During Disaster; E. Make Up Prayers in Case of Evacuation; F. Time Limits for Jama’ Prayers During Disaster; G. Fasting During Evacuation;  H. Treating the AffectedBodies; I. Prayers for Missing Deceased Who Is Believed to Have Died (Salat Ghaib); J. Compulsory Charity (Zakah) Funds for the Affected People. Terkahir buku ini diutup dengan ChapterVII (Conclusion, Bibliography, Glossary).

Konsep tentang bencana ada yang tergolong pada natural disaster, namun ada pula yang terkait dengan human error. Yang pertama tentu “murni” dari kuasa Allah SWT, sedangkan yang kedua sering dianggap sebagai kesalahan prilaku manusia. Kasus gempa bumi (earth quake), lumpur Lapindo (menurut sebagian pakar geologi), angin topan dan puting beliung, membekunya es di AS, dan semisalnya, bisa digolongkan pada  natural disaster. Sementara banjir, kebakaran dan sejenisnya  termasuk pada wilayah human error, sebagaimana firman Allah SWT: “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut  akibat ulah manusia”. Dalam firman yang lain juga dicantumkan bahwa segala hal positif itu datangnya dari Allah, adapun yang negatif akibat ulah manusia sendiri.

Berbicara tentang bencana tentunya tak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang Taqdir, Ikhtiar dan Sunnatullah (yang telah diketahui maupun yang belum diketahui atau terdeteksi). Di kalangan ulama Islam banyak penafsiran tentang tiga konsep tersebut. Di sini penulis sederhanakan sebagai berikut: Taqdir merupakan ketetapan ilahi, sesuai dengan upaya minimal atau maksimal (ikhtiar) manusia dalam memahami dan menjalani hukum-hukum Tuhan (sunnatullah) di bidang social maupun natural  selama hidup di dunia. Bila sunnatullah di bidang sosio-kultural memiliki dimensi relativitas yg tinggi, maka sunnatullah di wilayah natural-fisikal nilai relativitasnya lebih rendah. Sunnatullah atau hukum alam dan sosial ini akan menimpa semua umat manusia tanpa melihat aspek suku, bangsa bahkan agama.

Misalnya, non-muslim yang rajin membaca, belajar dan berusaha tentu akan lebih cerdas, kaya, sehat dan sejahtera dibanding umat muslim yang malas belajar, malas berusaha dan malas berolah-raga. Contoh lainnya, bangunan gereja yang memiliki penangkal petir akan lebih selamat dari sambaran kilatan petir ketimbang masjid yang dibangun tanpa penangkal petir. Jadi, secara sunnatullah, hukum alam yang berlangsung di dunia ini bersifat adil dan objektif.

Secara taqdir dan sunnatullah, umumnya masin-masing daerah atau negara sudah punya “sunnatullah”-nya sendiri-sendiri sesuai bakat alam yg mengitari. Misalnya, negara AS dan sebagian Eropa selalu akan didera  badai topan dan es; Jepang, sebagian wilayah Iran dan pantai selatan Jawa maupun Sumatera, Papua, Maluku, Lombok,  lebih “berbakat menikmati” gempa karena secara sunnatullah memang berada di wilayah ring of fire. Daerah-daerah yang dekat pegunungan tentu lebih berpotensi mengalami bencana dampak meletusnya gunung api seperti Merapi (Jateng), Marapi (Sumbar), Sinabung (Sumut), Bromo (Jatim), Anak Kerakatau (Selat Sunda),  dll. Demikian contoh-contoh potensi bencana di daerah atau negara lainnya.

Namun, mengingat manusia sebagai khalifatullah fil-ardl, maka baik potensi bencana yang natural disaster maupun human error, tetap berlaku  firman Allah bahwa: “Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri terlebih dahulu berupaya merubah nasib mereka sendiri.“ (QS ar-Ra’du: 13).

Maka untuk menjadi manusia sebagai agen ikhtiar dan agen perubahan yang memiliki kemampuan manajerial dalam pengelolaan alam dan kehidupan sosial, sudah barang tentu sangat dibutuhkan sarjana dan ilmuan yang ahli dalam mengelola lingkungan dan tanggap bencana.

Menarik sekali, misalnya,  di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta telah dibuka program S2 Social Worker yang lulusannya kelak diharapkan memiliki ketrampilan manajerial di bidang pembangunan maupun ahli di bidang kebencanaan dan sejenisnya. Pada level Negara juga telah diwujudkan sebuah institusi kebencanaan yakni Badan Nasional Penanggulangan Bencana  (BNPB), demikian pula 33 cabangnya di daerah-daerah atau BPBD.

Ormas keagamaan seperti Muhammadiyah juga telah membentuk MDMC (Muhammadiyah Disaster Management Center), juga ormas lain terkait bantuan kemanusiaan seperti DSUQ, LAZIS, Dompet Dluafa, dll. Berbagai perusahaan juga telah memiliki unit CSR (Corporate Social Responsibility) yang sebagian unit kerjanya aktif di bidang kebencanaan.

Demikian pula PMI/Palang Merah Indonesia, dll.

Secara personal, banyak bermunculan para relawan (voluntir) di bidang komunitas tanggap bencana sosial, komunitas pelestari lingkungan seperti yang telah banyak ditampilkan dalam acara Kick Andy. Di dunia internasional seperti Malaysia, telah muncul gagasan criminilizing war yang dipelopori mantan PM Malaysia, Dr. Mahatir Mohammad, dalam rangka mengeliminasi bencana sosial.

Demikian pula halnya yayasan kemanusiaan yang dipelopori oleh mendiang Nelson Mandela, Afrika Selatan. Mengingat perang juga akan melahirkan bencana social yang maha dahsyat, seperti yang kini tengah terjadi di Mesir, Suriah, Yaman, Irak, Afghanistan, Sudan Selatan, Myanmar bahkan Thailand Selatan yang sering  berpotensi mengalami perang saudara. Khusus di Indonesia, masyarakat juga berharap lembaga seperti masjid, gereja dan peribadatan lainnya, serta berbagai lembaga pendidikan sosial bisa dikembangkan menjadi pusat antisipasi bencana yang secara periodik melakukan edukasi, kampanye bahkan didesain sejak dini menjadi tempat pengungsian tatkala ada bencana. Yang tak kalah pentingnya adalah – terutama bagi partai politik – agar jangan sampai ada “politisasi bencana”.

Maka secara keseluruhan, umat dan warga bangsa di masa depan perlu lebih meningkatkan lagi wawasan tentang humanitarianisme yang sejatinya memang membutuhkan ketulusan dan energi social yang berkelimpahan melalui konsep Ihsan.

Yang perlu juga disadari oleh umat dan warga bangsa bahkan warga dunia masa kini adalah bahwa bencana alam kini bukan lagi sebagai musibah yang perlu ditakuti, tetapi manusia butuh paradigma baru  dimana bencana social dan alam sebaiknya dianggap sebagai “sahabat”. Saatnya kini manusia “bersahabat” dengan berbagai bencana. Untuk itu diperlukan sikap mental antisipatif sejak dini berupa edukasi wawasan kebencanaan social maupun alam sejak kanak-kanak, bahkan sejak TK/SD sebagaimana pendidikan simulasi bencana di sekolah-sekolah dasar di Jepang. Juga pentingnya pewarisan “kisah-kisah” bencana melalui buku, film serta dokumentasi foto-foto pasca bencana, agar generasi muda masa depan lebih sadar bencana, mengingat 80% wilayah Indonesia memang rawan bencana.

Selain itu perlu diadakan pelatihan secara periodik tentang  antisipasi pra dan pasca bencana seperti persiapan tehnis: masker (minimal kain yang dibasahin), penyediaan stok makanan, air bersih untuk minum, penerangan, tikar, kasur, selimut terutama bagi anak-anak balita dan kaum perempuan, paling tidak selama 7 hari pasca bencana. Biasanya bantuan social pasca bencana butuh berhari-hari sampai ke korban bencana. Juga perlunya kesadaran warga untuk bersedia direlokasi seperti korban bencana  Merapi di luar radius 15-20 km, Sinabung 5 km, serta daerah rawan longsor maupun pembangunan rumah susun bagi penduduk sekitar sungai. Wawasan tentang filosofi, teologi serta fikih bencana, fikih air, fikih lingkungan, dll perlu dirumuskan secara lebih aktual dan kontekstual, mengingat kajian Islamic studies klasik selama ini belum berbicara banyak tentang kebencanaan tersebut. Kinilah saatnya para guru, dosen, da’i, khatib, ustaz, kiai, penulis secara gencar dan massif mendakwahkan tentang isu bencana ini secara lebih aktual dan kontekstual, selain isu korupsi, narkoba, bahaya rokok dll.

Tak kalah pentingnya adalah membangun rasa solidaritas keumatan dan kebangsaan melalui penggalangan dana dan bahan material lainnya yang dibutuhkan para pengungsi dan korban bencana alam.

Perlu juga ditambahkan di sini bahwa dalam mengantisipasi datangnya bencana diperlukan tiga tahapan: pertama, Mitigas: kesiapan psikologis, sosiologis, politis, ekonomis dan cultural pada saat SEBELUM datangnya bencana, yakni pentingnya bagi masyarakat untuk mengikuti informasi para pakar bencana seperti dari BMKG, BNPB, BPDB dan sejenisnya yang selalu mewanti-wanti masyarakat tentang, misalnya, status: NORMAL, WASPADA, SIAGA dan AWAS dari letusan gunung api. Banyaknya korban gunung Merapi maupun Sinabung salahsatunya sebagian masyarakat cuek dengan peringatan dini pra-bencana. Kedua, tahapan Tanggap Darurat terutama beberapa jam atau hari setelah terjadi bencana. Ketiga, tahap Rekonstruksi atau Rehabilitasi pasca bencana. Idealnya Pemda, tokoh-tokoh masyarakat sudah memberikan edukasi kepada warga sekitar pada tahap Mitigasi/pra-bencana. Negara Jepang telah mengantisipasi datangnya bencana pada tahap pertama (mitigasi) sehingga bisa meminimalisir korban jiwa. Demikian juga setiap daerah di tanah air sebenarnya memiliki banyak kearifan local yang bisa dimodifikasi untuk tahapan mitigasi.

Ke depan, umat serta warga bangsa perlu mewujudkan konsep dan aplikasi  green city yakni mengembalikan tata manajemen perkotaan kembali  menuju suasana pedesaan yang asri, original dan harmoni (friendly) dengan alam.

Wallahu a’lam bissahawab.


Oleh: Muhammad Azhar

*Penulis adalah anggota Majelis Tarjih PP Muhammadiyah

Zakat Perdangan untuk Perniagaan Yang Berkah

Zakat Perdangan untuk Perniagaan Yang Berkah

Pertanyaan:

Assalāmu’alaikum wr. wb.
Untuk zakat perdagangan yang harus dibayarkan apakah dihitung dari seluruh modal termasuk harga tanah, bagunan (toko), barang dagangan, dan hasilnya pertahun, atau cukup dengan hasil dari keuntungan per tahun itu? Bagaimana kalau zakat yang dibayar dihitung dari jumlah modal dan keuntungan lebih besar daripada keuntungan dalam satu tahun? Mohon penjelasan.

Jawaban :
Wa’alaikumussalām wr. wb.

Sebelumnya kami ucapkan terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan. Untuk menjawab pertanyaan saudara, maka terlebih dahulu kami akan menjelaskan mengenai pengertian perdagangan.

Perdagangan merupakan salah satu bentuk usaha yang diperbolehkan oleh syariat Islam. Adapun kekayaan dagang adalah segala sesuatu yang diperjualbelikan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Islam mewajibkan umatnya untuk mengeluarkan zakat dari kekayaan yang diinvestasikan dan diperoleh dari perdagangan. Adapun dasar kewajiban zakat perdagangan adalah Q.S. al-Baqarah ayat 267 :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنفِقُونَ وَلَسْتُم بِآخِذِيهِ إِلَّا أَن تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ [٢:٢٦٧]

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu, dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya, dan ketahuilah, bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji.” (QS. Al-Baqarah: 268).

Di dalam Kitab Tafsir al-Maraghi dijelaskan, bahwa yang dimaksud dengan lafal مَا كَسَبْتُمْ adalah harta yang diusahakan, yaitu berupa uang, harta perdagangan, hewan ternak, dan segala sesuatu yang dikeluarkan dari bumi berupa biji-bijian, buah-buahan dan selainnya. Dari tafsir ayat tersebut, dapat dipahami bahwa harta perdagangan merupakan salah satu harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Di dalam Kitab Taisīr Al-Alam syarah kitab Umdah Al-Ahkam pada Kitab Al-Zakat, disebutkan bahwa salah satu makna zakat secara bahasa yaitu berkembang dan mensucikan, keduanya bermakna tambahan dan penyucian. Dalam syariat Islam, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya secara khusus yaitu binatang ternak, pajak tanah, uang dan harta perdagangan. Di dalam Kitab al-Bahr ar-Rāiq Syarah Kanzu ad-Daqāiq disebutkan bahwa salah satu syarat zakat adalah al-Namā’. Secara istilah, al-Namā’ (berkembang) terbagi menjadi dua yaitu bertambah secara konkrit dan bertambah secara tidak konkrit. Bertambah secara konkrit adalah bertambah akibat pembiakan dan sejenisnya, sedangkan bertambah secara tidak konkrit adalah kekayaan itu berpotensi berkembang, baik berada ditangannya maupun ditangan orang lain atas namanya.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa harta perdagangan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah terbatas pada harta perdagangan yang diperjualbelikan saja (berkembang), sehingga selain harta perdagangan yang tidak diperjualbelikan tidak dikenakan zakat. Harta perdagangan yang tidak dikeluarkan zakatnya itu seperti harga tanah, toko, etalase, timbangan, rak, komputer/alat hitung lainnya dan segala bentuk peralatan yang diperlukan untuk berdagang. Peralatan tersebut tidaklah dihitung harganya dan tidak pula dikeluarkan zakatnya, karena bendanya tetap dan hampir sama sifatnya untuk keperluan pribadi yang tidak berkembang.

Kekayaan perdagangan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah sebesar 2,5%, dengan syarat masanya sudah sampai setahun dan nilainya sudah mencapai satu nisab pada akhir tahun itu. Adapun kekayaan perdagangan yang dikeluarkan zakatnya dihitung dari modal dan keuntungan, bukan dari keuntungan saja. Modal dagang yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah modal yang diperjualbelikan. Modal dagang adakalanya berupa uang dan adakalanya berupa barang yang dihargai dengan uang. Modal yang wajib dikeluarkan zakatnya, syaratnya yaitu sudah berlalu masanya setahun, berkembang, mencapai satu nisab, bebas dari hutang, dan lebih dari kebutuhan pokok. Adapun ukuran satu nisab pada masa sekarang sama dengan harga 85 gram emas.

Mengenai pertanyaan saudara tentang besar zakat yang dibayar lebih besar daripada keuntungan dalam satu tahun, tampaknya tidak akan terjadi jika saudara menghitungnya tidak menyertakan aset-aset/modal yang tidak diperjualbelikan.
Wallahu a’lam bi as-ṣawāb…

Amal Usaha Muhammadiyah, Pajak dan LAZISMU

Amal Usaha Muhammadiyah, Pajak dan LAZISMU

Bagi sebagian warga Muhammadiyah, mungkin saat ini Lazismu dianggap ‘hanya’ sebagai lembaga amil ‘biasa’ yang tidak berbeda dengan pengumpul dan pengelola zakat infak dan shadaqah (ZIS) lainnya. Sebagai Amil, memang Lazismu bertugas mengumpulkan, mengelola dan mendayagunakan dana zakat, infak, dan sadaqah dari warga masyarakat, termasuk dari simpatisan dan warga Muhammadiyah. Padahal, bila dicermati lebih jauh dan tentu saja lebih bijak, terdapat banyak hal yang dapat diperoleh manfaat oleh warga Muhammadiyah ketika mereka menunaikan ZIS nya melalui Lazismu. Secara khusus, manfaat itu dapat diperoleh ketika kita mengaitkan Lazismu dengan dua hal, yaitu pajak dan amal usaha Muhammadiyah (AUM).

 

Sebagaimana kita ketahui bersama, regulasi tentang zakat dan pajak di Indonesia terus berkembang.  Di luar perdebatan konseptual apakah Muslim yang telah menunaikan pajaknya harus membayar zakat lagi, atau aspek manakah yang harus ‘dipotong’ terlebih dahulu dari penghasilan seseorang, zakat atau pajak, sebetulnya warga Muhammadiyah perlu melihat aspek lainnya secara lebih strategis. Aspek strategis itu adalah bagaimana mengoptimalkan zakat melalui Lazismu dan implikasinya pada pengurangan penghasilan kena pajak bagi pegawai AUM. Saya yakin, sebagai warga negara yang baik dan Muslim yang taat, warga Muhammadiyah dan pegawai AUM membayar pajak dan zakat sesuai ketentuan yang berlaku.

 

Bagi warga masyarakat yang menunaikan kewajiban laporan pajak, bukan Maret kemarin adalah bulan dimana banyak orang sibuk mengisi SPT Tahunan. Jelas, bagi warga negara yang baik dan  melakukan sendiri laporannya, warga Muhammadiyah akan sadar bahwa terdapat satu item yang dapat mengurangi penghasilan kena pajaknya, yaitu zakat. Saya belum punya angka berapa banyak  warga Muhammadiyah yang telah memanfaatkan pengisian item zakat untuk mengurangi penghasilan kena pajak mereka, dan berapa pula estimasi angka yang dapat diakumulasi dari keseluruhan warga Muhammadiyah yang menjadi pegawai dan harus membayar pajak.

 

Faktanya, masih banyak Amal Usaha Muhammadiyah yang masih belum melirik masalah ini sebagai masalah penting. Padahal ketentuan ini berlaku sudah lama. Pasal UU 38/1999 yang diperkuat dengan Pasal 22 UU 23/2011 tentang Zakat dan juga UU No. 17/2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sudah mengatur masalah ini.  Intinya zakat bisa mengurangi penghasilan kena pajak.

 

Muhammadiyah memiliki banyak Amal usaha, mulai sekolah, perguruan tinggi, klinik dan rumah sakit, dan bahkan lembaga keuangan. Ada puluhan ribu guru, dokter, perawat dan pegawai yang bekerja dalam AUM, yang tentunya mereka membayar pajak penghasilan (PPh) dan juga zakat/infak sebesar 2.5%. Untuk dapat memanfaatkan skema pengurangan penghasilan kena pajak, seorang pembayar zakat harus melampirkan Bukti Setor Pajak, baik itu dilakukan secara pribadi, dan apalagi secara kolektif. Lazismu adalah lembaga amil zakat nasional yg sudah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah.

 

Dalam praktiknya, banyak AUM yang sudah memotong gaji pegawainya untuk zakat/infak wajib. Lalu kemana dana potongan itu disetorkan, dan apakah sudah dimanfaatkan oleh AUM untuk mengurangi penghasilan kena pajak? Bila melihatnya secara pribadi-pribadi, mungkin saja warga Muhammadiyah bisa mengabaikan skema relasi pajak dan zakat ini dalam AUM. Tetapi bila berfikir kolektif, sebetulnya hasilnya lumayan mencengangkan.

 

Misalnya sebuah Amal Usaha Muhammadiyah yang besar, seperti Perguruan Tinggi, punya pegawai sebanyak 1000 orang (dosen, pegawai tendik, dan karyawan lainnya) yang setiap bulan gajinya kena potong zakat/infak sebesar 2.5%.  Katakanlah setiap tahun seorang pegawai kena potong 2-3 juta rupiah untuk zakatnya/pertahun (silahkan untuk para pegawai AUM cek lagi slip gajinya, berapa potongan zakat perbulan). Jadi, bila 1000 pegawai dikalikan 2-3 juta, maka jumlahnya antara 2-3 milyar pertahun? Itu baru satu AUM. Sementara ini, Muhammadiyah memiliki ratusan perguruan tinggi, klinik dan rumah sakit. Bila di suatu provinsi ada beberapa perguruan tinggi, sekian rumah sakit dan belasan sekolah saja, sebut saja provinsi DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah atau Jawa Barat maka saya kira, sekurang-kurangnya ada 10-an milyar yang bisa di kurangkan untuk SPT Tahunan secara kolektif. Tinggal hitung ada berapa provinsi yang AUM nya cukup kuat.  Tentu, itupun bisa dilakukan bila keberadaan Lazismu sebagai Laznas resmi dapat dimanfaatkan. Dana yang di “saving” dari bayar pajakpun bisa dimanfaatkan untuk kemaslahatan yang lain.

 

Daripada AUM saat ini menggunakan numenklatur yang bermacam-macam untuk pengelola zakat pegawainya, kenapa gak ganti saja numenklaturnya dan diintegrasikan dengan Lazismu. Selain resmi sesuai undang-undang, Lazismu juga memberikan manfaat kolektif tambahan bagi AUM. Masalah dananya, silahkan dikelola sesuai dengan tradisinya masing-masing di dalam AUM, meskipun tetap harus berani untuk lebih terbuka dan melakukan perubahan agar lebih akuntable, dan pegawainya lebih diringankan dengan bayaran pajak dan zakatnya. Gak terlalu sulitkan? Asal punya niat kolektif, Insya Allah kita bisa melakukannya.

 

(catatan dinihari,  Terminal 3 Soekarno-Hatta, 21 April 2018 Pukul 03.00 WIB)

 

Hilman Latief, Ph.D.

(Ketua Badan Pengurus Lazismu Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Sumber : muhammadiyah.or.id

Perempuan Hebat, Menolong Sesama

Perempuan Hebat, Menolong Sesama

“Kartini menjadi pengingat bahwa apa yang menjadi kegelisahannya masih menjadi pekerjaan rumah bangsa ini.”

 

Mari ikut serta dalam Progam Pemberdayaan Perempuan bersama Lazismu Kudus. Tunaikan zakat dan infaq anda di Bulan Ramadhan dengan berdonasi melalui rekening Zakat dan Infaq Lazismu Kudus :

Penyaluran Zakat,Infaq dan Shodaqoh bisa melalui :

Kantor Lazismu Kudus

Jl. KH. Noor Hadi No. 32 Janggalan Kota Kudus

 

Transfer via rekening bank
Bank Jateng Syariah ZAKAT : 607 – 2001 – 352

Bank Jateng Syariah  INFAQ/ Sodaqoh : 607 – 2001 – 349

BNI Syariah Infaq/ Sodaqoh dan Kemanusiaan : 515 – 1111 – 203
BNI Syariah zakat : 515 – 1111 – 101

Jemput Donasi

Latif    : 0813 9035 9827 (WA/Tlp)

Rowi  : 0878 3161 2057 (WA/Tlp)

Gerakan Filantropi Cilik “Mengajarkan Berbagi Sejak Dini”

Gerakan Filantropi Cilik “Mengajarkan Berbagi Sejak Dini”

Filantropi Cilik

Program Filantropis Cilik merupakan program nasional dengan mengajak siswa sekolah untuk berbagi dengan sesama melalui kencleng yang dibagikan ke tiap siswa.

Salah satu cara menanamkan karakter jiwa, cinta akan sedekah sejak dini adalah dengan mengajarkan anak agar terbiasa beramal dan peduli terhadap sesama serta mereka yang kurang mampu.

Uang yang terkumpul nantinya akan disalurkan untuk program kemanusiaan seperti pemberian beasiswa bagi anak yatim dan dhuafa, serta keperluan sosial lainnya.

Jika ingin menjadi Donatur lewat program tersebut prosedurnya sebagai berikut :
1. Pesan kencleng lewat petugas (WA saja)
Latif : 0813 9035 9827 (WA/Tlp)
Rowi : 0878 3161 2057 (WA/Tlp)

2. Kami akan antar ke lokasi pemesanan

3. Isi setiap hari minimal 1000 rupiah

4. Setiap bulan kami akan datang kembali untuk mengambil dan menghitung jumlah yang sudah di infaqkan

5. Petugas berikan tanda terima kepada donatur

Info lengkap tentang program diatas klik link dibawah ini .

https://api.whatsapp.com/send…

#zakat #infaq #filantropi #memberiuntuknegeri #lazismu #kudus #jawatengah #infokudus #mdmc #muhammadiyah

Sinergi Gerakan Zakat, Entaskan Kemiskinan Jawa Tengah

Sinergi Gerakan Zakat, Entaskan Kemiskinan Jawa Tengah

.Seminar diselenggarakan bersamaan dengan Musyawarah Wilayah FOZ Jawa Tengah ke IV, yang diikuti 85 orang peserta perwakilan dari 43 lembaga amil zakat yang ada di Jawa Tengah. Jumlah peserta muswil kali ini, meningkat tajam di bandingkan muswil FOZ ke III tahun 2015, dengan jumlah peserta 14 lembaga zakat.

Ada tiga pokok bahasan sebagai tugas utama FOZ yang di sampaikan oleh Bambang yaitu:
1. Peningkatan kompetensi pengelola zakat. Proses pengelolaan ZIS dimulai dari menghimpun, kemudian mengelola, dan menyalurkannya. Pengelolaan harus transparan, keuangan menggunakan standar akuntansi PSAK 109. Penyaluran dan pendayagunaan harus diwujudkan dalam program yang betul-betul menyelesaikan permasalahan masyarakat.

2. Pendampingan legalitas lembaga.
Paradigma UU adalah untuk menumbuhkan dan merapikan tata kelola. Apabila lembaga zakat belum punya ijin/legalitas operasional, menjadi tugas FOZ untuk mendampingi lembaga tersebut dalam proses mempersiapkan persyaratan legalitasnya.

Apabila terlalu berat untuk berdiri sendiri, maka lembaga bisa menginduk kepada lembaga zakat lain yang sudah legal.

3. Kolaborasi.
Membangun kesiapan mengelola dana milyaran bahkan trilyunan rupiah, tidak bisa dilakukan dengan instan dan sendiri-sendiri.

Itu sebabnya, FOZ kedepan perlu menguatkan keunggulan lembaga zakat dan menawarkannya sebagai ruang kolaborasi dengan pemerintah. Kita akan melakukan bedah APBN terkait pengelolaan dana guna pengentasan kemiskinan. Membaca alur APBN yang melibatkan kementerian yang terlibat dalam pengentasan kemiskinan. Lalu menawarkan sinergi dengan portofolio yang sudah dihasilkan oleh gerakan zakat sebagai alternatif solusi. Jika ini berjalan, selanjutnya evaluasi program bersama kita ukur dengan metode kaji dampak dan menggunakan SDG’s sebagai standar pencapaiannya. Sehingga jelas tahapan capaian pengelolaan program pengentasan kemiskinan yang dilakukan bersama entitas gerakan zakat dan pemerintah.

Sebagai kesimpulan Bambang menyampaikan, lembaga zakat baru bisa mengelola dana sebesar Rp 271 triliun, sebagaimana yang telah dipetakan, hanya jika lembaga tersebut memang sudah siap infrastrukturnya di semua sisi.

Penulis: Hasan P Wardoyo

Sumber : menara62.com