GERAKAN FUNDRAISING TERINTEGRASI TEHNOLOGI

GERAKAN FUNDRAISING TERINTEGRASI TEHNOLOGI

Gagasan ini ditulis berdasarkan pengalaman penulis dan tim fundraising dalam andilnya membantu penggalangan dana pembangunan masjid at-taqwa patemon yang menghabiskan dana hingga dua setengah miliyar lebih.

Gerakan ini diawali dari sebuah konsep bahwasanya “seorang tidak akan bersedekah jika tidak tahu apa yang disedekahi”, demikian halnya masjid at-taqwa patemon tidak akan memperoleh dana infaq pembangunan masjid, jika para dermawan tidak tahu masjid at-taqwa patemon sedang direnovasi. Jadi konsep awalnya adalah memberi tahu bahwa ada objek tempat untuk disedekahi.

Menjadi persoalan bagaimana kita bisa memberi tahu para dermawan sebanyak itu, sedangkan SDM yang dimiliki hanya segelintir orang saja. Tentu saja gerakan mengetuk pintu rumah per rumah adalah cara konvensional dan tidak efektif, iya kalo kita datang kemudian dermawan mau bersedekah, kalo tidak? Iya kalo hanya tidak bersedekah, kalo diusir? Disinilah peran teknologi bekerja, penulis fikir media sosial pada umumnya, serta whatsapp pada khususnya sudah menjadi bagian tak terlepaskan dengan kehidupan abad ini, sehingga melalui media sosial, lebih spesifik whatsapp kita mampu memberi tahu para donator terkait objek sedekah.

Melalui whatsapp kita mampu mengirimkan broadcast ke para pengguna whatsapp terkait program lazismu serta ajakan berinfaq, zakat, dan sedekah. Tidak semua nomor kita broadcast pesan ajakan bersedakah melalui lazis, itu hanya akan dianggap sebagai spam dan diabaikan oleh para penerima pesan.

Sehingga harus jelas sasaran pesan tersebut kepada siapa. Perlu adanya database siapa saja sasaran objek pesan tersebut, setidaknya para calon dermawan yang menerima adalah kader muhammadiyah, warga muhammadiyah, serta simpatisan muhammadiyah. Dari sasaran tersebut dapatlah kita mengajak bersedekah dengan narasi yang mengatasnamakan muhammadiyah. Dan ketika sudah bergerak kesasaran yang lebih umum, sebaiknya ajakan bersedekah menggunakan narasi yang lebih umum, karena tidak semua orang simpatik ketika nama muhammadiyah dicantumkan.

Penyusunan database dapat dilakukan melalui jejaring, misal guru-guru sekolah sekabupaten kudus, atau jika memiliki jejaring kepada kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH) yang berafiliasi kemuhammadiyah menjadi sasaran yang sangat efektif. Penulis fikir ketika para eksekutif Lazismu mampu memaksimalkan jejaringnya itu akan sangat luar biasa.

Menjadi hal yang penting diketahui adalah terkait waktu untuk mengirim broadcast, karena itu dapat mempengaruhi psikologis para calon dermawan, waktu mengirim pesan broadcast jangan sampai disaat para calon dermawan kekurangan uang (tanggal tua), dan jangan mengirim broadcast di jam-jam kerja yang sibuk, para calon dermawan akan merasa lebih ringan untuk bersedakah ketika jam-jam tahajud hingga setelah subuh, hal ini patut menjadi perhatian. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah nomor pengirim broadcast.

pengirim broadcast harus jelas, tidak boleh ganti-ganti nomor, dan mampu memberikan jawaban-jawaban yang memuaskan bagi calon dermawan, sehingga tim fundraising memposisikan diri sebagai costumer service yang ramah.

Demikian gagasan ini tulis, harapannya Lazismu Kudus lebih kuat dalam penghimpunan ZISKA (zakat, infaq, shodaqah, dana kemanusiaan) serta semakin progresif dalam kontribusinya untuk ummat.

LAZISMU Memberi untuk Negeri!!!
Penulis Penerima Beasiswa Sang Surya Lazismu Kudus
Dimas Ghulam Istiqlal

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *