Silaturahim PP Muhammadiyah ke PBNU

Silaturahim PP Muhammadiyah ke PBNU

JAKARTA – Indahnya silaturahim antar kedua ormas terbesar di Indonesia. Dalam silaturahim keluarga besar NU dan Muhammadiyah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menyampaikan bahwa keharusan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kiai Said menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus bangga akan budayanya. Ia mencontohkan beberapa kiai, seperti Gus Dur, Gus Mus, Habib Quraish Shihab, Prof Said Agil Munawwar, dan Mbah Maimoen belajar ke negara Arab tetapi pulangnya membawa ilmu, tidak dengan budayanya.

“Silakan belajar ke Australia kayak Pak Mukti (Sekretaris Jenderal PP Muhammadiyah), tapi pulang harus bawa teknologi dan ilmu saja. Jangan bawa budaya,” kata kiai lulusan Arab Saudi itu.

Hal itu dikarenakan budaya Indonesia, menurut Kiai Said, lebih mulia dan lebih bermartabat. Ia mencontohkan di Arab, adik memanggil kakak tidak dengan sebutan penghormatan seperti Mas atau Kang. Pun istri kepada suami. Mereka menyapa dengan namanya

Indonesia itu darul muahadah (negara kesepakatan) atau darussalaam (negara perdamaian). Sejak dulu, NU dan Muhammadiyah sepakat akan negara Indonesia. Hal ini diwakili oleh KH Wahid Hasyim dari NU dan H Kahar Muzakkir dari Muhammadiyah pada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Dalam silaturahim tersebut memberikan pernyataan bersama antar ormas, selengkapnya :

PERNYATAAN BERSAMA PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH DAN PENGURUS BESAR NAHDATUL ULAMA

Rasa syukur selalu kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah senantiasa menjaga sekaligus melindungi bangsa Indonesia. Atas berkah kasih sayang dan rahmat-Nya semata kita semua, seluruh komponen bangsa Indonesia, masih bisa saling merasakan kedamaian hidup di Bumi Pertiwi tercinta kita: Indonesia. Sholawat serta salam selalu kita haturkan ke hadirat Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa membimbing dan memberikan teladan bagi kita semua.

 

Kami Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) bersama dengan Pengurus Besar Nahdaatul Ulama (PBNU) sebagai bagian dari organisasi umat beragama hari ini berkumpul tidak lain memiliki maksud dan tujuan untuk melakukan tiga hal: Pertama, terus menerus menyerukan saling tolong menolong melalui sedekah dan derma. Kedua, menegakkan kebaikan. Ketiga, mengupayakan rekonsilisasi atau perdamaian kemanusiaan.

 

Parameter dan ukuran sehatnya sebuah bangsa dan negara salah satunya bisa dilihat dari tegak dan kokohnya tali persaudaraan kebangsaan, ekonomi yang tumbuh merata, akses pendidikan yang mudah, terbukanya ruang-ruang dalam menyampaikan pendapat, serta tegaknya hukum sebagai instrumen untuk meraih keadilan. Bangsa yang kuat dan sehat juga tercermin dari semakin berkualitas dan berdayanya masyarakat sipil. Berkaitan dengan hal tersebut, PP Muhammadiyah dan PBNU menegaskan:

 

Pertama, Muhammadiyah dan NU akan senantiasa mengawal dan mengokohkan konsensus para pendiri bangsa bahwa Pancasila dan NKRI adalah bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah Negara yang memiliki keanekaragaman etnis suku, golongan, agama yang tetap harus dijaga dalam bingkai perstuan dan kesatuan bangsa.

 

Kedua, Muhammadiyah dan NU secara pro aktif terus melakukan ikhtiar-ikhtiar bagi peningkatan taraf hidup dan kualitas hidup warga terutama mengembangkan pendidikan karakter yang mengedepankan akhlakul karimah di semua tingkatan atau jenjang pendidikan serta penguatan basis-basis ekonomi keumatan dan juga peningkatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

 

Ketiga, Muhammadiyah dan NU menyeru kepada pemerintah agar bersungguh-sungguh dalam upaya mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi angka pengaguran serta melakukan upaya-upaya yang terukur agar kesenjangan ekonomi dan sosial segera teratasi dengan baik.

 

Keempat, mengimbau kepada seluruh warga NU dan Muhammadiyah agar bersama-sama membangun iklim yang kondusif, suasana yang kondusif dalam kehiduapan kemasyarakatan dan keberagamaan di tengah era sosial media yang membutuhkan kehatian-hatian yang lebih. Mengingat bertebarannya pelbagai macam informasi hoaks, ujaran kebencian dan fitnah yang berpotensi mengganggu keutuhan bangsa. NU dan Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadirkan narasi yang mencerahkan melalui ikhtiar-ikhtiar dalam bentuk penguatan dan peningkatan literasi digital sehingga terwujud masyarakat informatif yang berkahlakul karimah.

 

Kelima, memasuki tahun 2018, di mana kita akan menghadapi apa yang diistilahkan sebagai tahun politik maka marilah kita bersama-sama menjadikan ajang demokrasi sebagai bagian dari cara kita sebagai bangsa untuk melakukan perubahan-perubahan yang berarti bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hendaknya dalam demokrasi perbedaan jangan sampai menjadi sumber perpecahan. Perbedaan harus dijadikan sebagai rahmat yang menopang harmoni kehidupan yang beranekaragam. Karena demokrasi tidak sekedar membutuhkan kerelaan hati menerima adanya perbedaan pendapat dan perbedaan pikiran, namun demokrasi juga membutuhkan kesabaran, ketelitian, dan cinta kasih antar sesama.

 

Jakarta, 23 Maret 2018/5 Rajab 1439 H

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *